Harley-Davidson Dimassalkan?

Dikenal dan dikagumi sebagai produk eksklusif, kini Harley-Davidson justru ingin memassalkan kendaraan bermotornya. Langkah blunder atau malah menguntungkan?

Minggu, 11 Maret 2007 menjadi hari yang bersejarah bagi motor besar Harley-Davidson (HD) di Indonesia. HD mencatat rekor di Museum Rekor Indonesia (MuRI) sebagai konvoi motor besar terbanyak. Sebanyak 429 motor HD dari berbagai wilayah di Jabotabek dan Bandung – bahkan Semarang – ikut meramaikan konvoi keliling Jakarta yang berakhir di kawasan Senayan. Dan keesokan harinya, tak sedikit media yang menurunkan liputan tentang peristiwa langka itu.

Sejak dahulu HD memang memiliki daya tarik tersendiri. Terlebih bagi kaum pria, hampir setiap pria bermimpi untuk memiliki atau setidaknya pernah merasakan menungganginya. Dengan mengendarai HD, gengsi akan melonjak tinggi. HD dianggap sebagai simbol kesuksesan – karena harganya mahal – dan simbol kejantanan pria.

harley.jpeg



Di Indonesia, HD sudah dikenal sejak lama. Bahkan, sejak tahun 1950-an pun motor HD sudah tampak berseliweran di berbagai jalan di Tanah Air. Kala itu, para pehobi HD mendatangkan motornya langsung dari Amerika Serikat, baik dengan cara membeli sendiri maupun lewat jasa importir umum (IU). Baru di tahun 1997, Harley-Davidson Motor Corp. memiliki perwakilan resmi di Indonesia lewat PT Mabua Harley-Davidson (Mabua).

Kehadiran Mabua ternyata tidak langsung “memanjakan” para pecinta HD di Nusantara. Hingga tahun 2002, penjualan Mabua masih seret. “Penjualannya tak sampai 100 unit per tahun,” ungkap Djonnie Rahmat, Presdir Mabua. Padahal, tidak sedikit usaha yang dilakukan perusahaan yang masih termasuk Grup Mugi Rekso Abadi (MRA) itu. Termasuk turut mensponsori dan juga memfasilitasi berdirinya Harley Owners Group (HOG) Jakarta Chapter (1998) dan HOG Bali Chapter.

Djonnie mengatakan, ada banyak faktor yang membuat mandeknya penjualan HD di Indonesia, baik yang bersifat eksternal maupun internal. “HD masih diidentikkan dengan pejabat, terutama pejabat militer dan kepolisian,” ujarnya. Hal itu membuat masyarakat sipil yang sebenarnya mampu dan punya keinginan untuk memiliki HD terpaksa mengurungkan niatnya. Selain itu, Mabua sendiri sebagai dealer resmi HD di Indonesia kurang memberikan informasi yang cukup kepada publik perihal keberadaannya di negeri ini. “Tidak heran, masih banyak orang yang membeli HD lewat IU atau langsung ke Amerika walaupun Mabua sudah ada,” kata Djonnie.

Tahun 2003, bertepatan dengan peringatan 100 tahun HD, di mana di seluruh dunia HD mengadakan acara untuk memperingati usianya yang genap seabad itu, Mabua menggelar event yang relatif besar. Acara yang digelar di Pulau Dewata itu tidak hanya melibatkan para pecinta HD, tapi juga media massa dan sponsor-sponsor lainnya. “Ini kejayaan kembali HD di Indonesia,” Djonnie berujar. “Sejak saat itu, penjualan kami terus meningkat, bahkan menembus 200 unit per tahun,” tambahnya.

Disebutkan Djonnie, media massa memiliki peran yang cukup penting dalam mengangkat penjualan Mabua. Berbagai liputan dan komentar yang dimuat di media massa membuat orang semakin melihat HD sebagai alternatif gaya hidup. Dahulu, lanjut Djonnie, banyak orang takut memiliki HD karena konotasinya sebagai barang mewah dan para penunggangnya pun arogan. Melalui liputan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan sosial yang dilakukan oleh komunitas HD, citra negatif itu diluruskan. “Kami berusaha meng-counter citra negatif tersebut lewat berbagai kegiatan yang bersifat positif dan bermanfaat bagi orang banyak,” ungkap Djonnie.

Selain melibatkan media massa, Mabua sendiri pun sejak tahun 2004 semakin gencar menerapkan strategi jemput bola. Hampir setiap bulan Mabua menggelar pameran di beberapa mal terpilih, baik di Jakarta maupun di kota-kota lain. Strategi ini ditempuh untuk menyampaikan informasi yang benar kepada konsumen seputar HD. “Semua orang tahu HD, tapi tidak semua orang tahu di mana membeli HD, legalitasnya, dan bagaimana jaminan pascajualnya,” Djonnie menjabarkan. “Singkatnya, dealership awareness masih kurang,” tambahnya.

Hal tersebut pula menurut Djonnie yang membuat masih banyak konsumen yang membeli HD lewat IU, dan bukan pada Mabua. “Selain Mabua juga banyak yang jualan. Ini tidak bisa ditahan, tapi sangat disayangkan jika konsumen membeli pada orang yang salah, karena tidak akan memperoleh dukungan-dukungan yang diberikan oleh dealer,” Djonnie menerangkan.

Lewat pameran, diharapkan informasi seputar HD dan juga Mabua dapat lebih jelas, sehingga dapat membantu konsumen menemukan channel yang tepat jika ingin membeli HD. Kendati demikian, menurut Djonnie, lokasi pameran harus dipilih sesuai dengan target pasar HD. “Kami sering diminta oleh beberapa mal. Tapi kami harus memilih, kalau bukan segmennya kami harus berani menolak,” ujarnya.

Tujuan penyelenggaraan pameran, dijelaskan Djonnie, lebih menitikberatkan pada aspek penyampaian informasi kepada calon konsumen. Transaksi penjualan bukanlah menjadi target utama dari aktivitas itu. “Kalau terjadi penjualan, syukur alhamdulillah. Kalau tidak, setidaknya kami sudah melakukan sosialisasi,” kata Djonnie. “Tapi waktu kami pameran di Senayan City, terjadi penjualan yang cukup lumayan.”

Strategi tersebut menurutnya cukup berhasil. Awareness konsumen terhadap Mabua terus meningkat. Buktinya penjualan Mabua terus mengalami peningkatan, dan orang yang membeli lewat IU pun mulai berkurang.

Selain itu, Mabua menawarkan pula kemudahan kepada konsumen untuk memiliki HD. Jika sebelumnya Mabua hanya melayani pembelian secara tunai, Mabua kini juga melayani pembelian secara kredit. “Sebenarnya program ini sudah kami jalankan sejak tahun 2002, tapi baru diintensifkan kembali tahun 2004,” ujar Djonnie. Ia menambahkan, strategi ini tak lain ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada konsumen dan juga calon konsumen untuk dapat memiliki HD.

Lulusan Program Pengembangan Eksekutif Cornell University dan UCLA ini tidak khawatir strategi tersebut akan berdampak buruk terhadap citra HD. Strategi ini pula menurutnya tidak bisa diartikan sebagai upaya Mabua untuk menurunkan segmen pasar yang dibidik. Djonnie menjelaskan, hal yang sama juga dilakukan HD di negara-negara lain, termasuk AS. “Selama ini kami tidak menerima komplain, baik dari prinsipal maupun konsumen yang sudah ada,” ungkapnya. “Kami tidak pernah menganggap HD itu eksklusif, justru itu berbahaya,” tambah pria yang juga menjabat Chief Operation Officer Grup MRA ini.

Menurutnya, dengan menjadikan HD sebagai produk yang eksklusif, maka dapat memperlambat tingkat penjualan. “Tugas kami di sini adalah menumbuhkembangkan komunitas HD di Indonesia. Siapa saja boleh memiliki asalkan memenuhi syarat pembeliannya,” kata Djonnie. Saat ini Mabua telah menjalin kerja sama dengan beberapa bank dan lembaga pembiayaan, seperti Bukopin, Bank Niaga, Batara Finance, dan beberapa lainnya.

Bahkan, Djonnie ingin membalikkan persentase pembeli HD yang saat ini 70% membeli secara tunai, menjadi 70% kredit. “Bagi kami sama saja, baik cash maupun kredit. Tapi bagi konsumen manfaatnya sangat besar, karena mereka bisa mengatur cash flow, terlebih jika tingkat suku bunganya menarik,” paparnya.

Untuk mempermudah konsumen, Mabua juga terus menambah jumlah cabangnya. Saat ini Mabua telah memiliki empat cabang di Jakarta, satu di Denpasar, dan awal tahun ini membuka cabang di Semarang. “Tahun ini juga kami akan buka di Surabaya. Tahun depan di Bandung, Medan, Balikpapan, dan Makassar. Hingga tahun 2010 diharapkan sudah ada 13-14 cabang,” ungkap Djonnie.

Di samping upaya untuk menarik konsumen baru sebagai bagian dari aktivitas pemasarannya, Mabua juga tetap memanjakan konsumen yang sudah memiliki HD. Caranya, dengan mendekatkan diri pada komunitas HD yang ada di Indonesia. Berbagai dukungan diberikan Mabua kepada komunitas itu, salah satunya dengan menyediakan tempat yang dijadikan sebagai markas HOG, di Jakarta, Denpasar ataupun Semarang. Selain itu, Mabua membantu pula komunitas HD lainnya, seperti Harley-Davidson Club Indonesia, dan berbagai komunitas lainnya.

Mabua pun memfasilitasi berbagai kegiatan yang dilakukan komunitas HD di Indonesia. Pada setiap kegiatan touring, misalnya, Mabua menyiapkan teknisi, back-up car, service car, dan berbagai perlengkapan lain. Bahkan, Mabua menyediakan pula sarapan setiap hari Minggu di markas HOG Jakarta Chapter yang lokasinya bersebelahan dengan kantor Mabua. “Mereka yang melakukan kegiatan riding pada hari Minggu pasti mampir ke sini untuk berkumpul dengan komunitasnya,” ujar Djonnie. Untuk itu semua, tidak sedikit biaya yang harus ditanggung Mabua setiap tahunnya. “Jumlahnya bisa mencapai Rp 2,5 miliar,” imbuhnya.

Dengan berbagai upaya tersebut, penjualan Mabua memang mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Tahun 2005, Mabua berhasil menjual lebih dari 300 unit motor yang kini harganya berkisar Rp 195-638 juta.

Berbagai kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan Mabua tidak selamanya direspons positif oleh anggota komunitas HD. Seperti diungkapkan mantan Public Relations HOG Jakarta Chapter periode 2003-2007, Indra Said, HD berbeda dari motor lainnya. Menurutnya, HD merupakan jenis motor untuk dinikmati secara bersama-sama, dan biasanya menempuh perjalanan jauh (touring) untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat di daerah yang dikunjunginya. “Sekarang yang banyak malah boykot (koboy kota – Red.),” kata Indra.

Salah satu penyebab munculnya boykot, menurut Indra, karena Mabua memberikan pada konsumen banyak kemudahan untuk memiliki HD. Bagi Indra, semakin banyak jumlah pengguna HD merupakan hal yang sangat baik. Hanya saja, menurutnya HD berbeda dari jenis kendaraan lainnya, di mana tidak hanya dibutuhkan kemampuan finansial untuk memilikinya, tapi juga butuh “jiwa Harley”. “Persoalannya adalah setelah memiliki HD, apakah mereka siap untuk menjadi orang Harley atau tidak?,” ujarnya.

Walau demikian, pengusaha di bisnis cleaning service ini dapat mengerti langkah yang diambil Mabua. “Mereka kan orientasinya bisnis, sedangkan kami kan pecinta HD,” kata Indra seraya menambahkan, “Contoh rekor MuRI yang kemarin, Mabua yang dapat nama, tapi apa sih positifnya buat bikers-nya?”

Pastinya, lanjut Indra, dengan menjadikan HD sebagai produk massal akan menurunkan citra HD. “Dulu kami bangga banget punya motor HD, dan kami bangga jadi anak HD. Sekarang itu sudah berkurang,” ungkapnya.

Walau tidak sepenuhnya sependapat dengan Indra, menurut Direktur Program Magister Manajemen Pemasaran Strategis Universitas Bina Nusantara, Bun Sucento, upaya yang dilakukan Mabua, khususnya dengan memberikan fasilitas kredit kepada konsumen HD juga dapat menimbulkan dampak negatif, khususnya dalam hal citra. “Seharusnya konsumen HD itu adalah orang yang memang punya uang berlebih dan mampu membeli secara cash,” kata Bun. Namun, lanjut Bun, upaya itu bisa pula berdampak positif, khususnya dalam hal mempercepat terbentuknya komunitas HD di Indonesia.

Menurut Bun, upaya pemasaran yang dilakukan Mabua masih dalam batas kewajaran. “Kalau dibilang citra HD akan hancur, rasanya nggak juga. Toh mereka masih me-maintain ekslusivitas produknya itu sendiri,” ujarnya. Akan tetapi, untuk mempercepat pembentukan komunitas Mabua memang terpaksa harus melakukan aktivitas yang terkesan massal itu.

Bun menyarankan, untuk menambah akselerasi pertumbuhan komunitas HD, seharusnya Mabua lebih intensif menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bersifat positif terhadap masyarakat luas, bukan cuma komunitas HD itu sendiri. Upaya itu pula dapat dimaksudkan untuk menghapus citra negatif HD yang saat ini masih menjadi “musuh” beberapa kalangan, khususnya menengah-bawah. “Citra arogannya masih cukup kuat. Itu yang harus mereka perbaiki dengan aktivitas yang positif,” katanya.

Djonnie sependapat dengan Bun. Oleh karena itu, Mabua telah merancang berbagai kegiatan yang hendak dilakukan dengan komunitas HD di Indonesia. Puncaknya, pada Juni mendatang, Mabua berencana membuat sebuah gathering nasional di Semarang. Pada acara itu, selain meresmikan HOG Jawa Tengah Chapter, komunitas HD dari seluruh Indonesia juga bakal menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial di Ja-Teng.

Selain untuk semakin menanamkan citra posistif HD, berbagai kegiatan – khususnya touring – yang diselenggarakan Mabua juga berdampak positif terhadap pendapatan perusahaan. Pasalnya, menjelang touring, sebagian besar anggota komunitas melakukan pengecekan mesin di bengkel milik Mabua, serta membeli berbagai aksesori yang juga menjadi salah satu value added Mabua sebagai dealer resmi HD. “Bahkan tidak sedikit orang yang membeli motor baru untuk touring tersebut,” ungkap Djonnie.

Dia mengatakan, konsumen HD rata-rata punya loyalitas yang sangat tinggi. Tak heran, banyak di antara mereka yang memiliki lebih dari satu unit motor HD. “Sampai saat ini kami belum melayani trade in. Tapi kami akan membantu untuk mencarikan calon pembeli bagi konsumen yang ingin mengganti motornya dengan motor baru,” ujarnya.

Pastinya Djonnie cukup optimistis, target penjualan sebanyak 370 unit hingga akhir tahun ini dapat tercapai. “Potensi pasarnya masih cukup besar. Jika kami terus bisa menanamkan citra yang positif, rasanya HD masih punya masa depan yang sangat baik di Indonesia,” papar Djonnie sambil menyebut jumlah pembeli potensial HD di Indonesia yang mencapai 50 ribu orang.

Artikel ini dimuat di Majalah SWA edisi 08/2007, 12 April 2007

8 pemikiran pada “Harley-Davidson Dimassalkan?

  1. Hallo marketting Mabua

    Apakah Mabua juga melayani Motor Harley Davidson bekas?

    Kalau ada, mohon bantuan kirimkan email,berikut type,tahun dan
    harga,serta pengiriman untuk ke Palembang.

    Terima kasih atas attensi bapak,

  2. Hallo, salam buat semua di Mabua

    Saya telah membelinya, Harley Davidson,melalui referansi satu cabang Mabua di Jakarta. terima kasih pak. Aji

    Berikut yang saya mengharapkan,kalau mekanik serves berkunjung ke Palembang,atas undangan pemilik lain HD,maka alangkah baiknya,dapat menghubungi,baik per telpon,email,sms pada pemakai HD di Palembang dan sekitarnya,sehingga komunitas motor HD akan menjadi prima selalu.
    Terima kasih atas tangapan bapak,atas mail tanggal 22 july 2007.
    Salam,

  3. hallo boss,….mas subronto apa khabarnya indomobil,khususnya bikers(wahhhhhhahaha kayak childish aja ya,..?)tolong kirim schedule touring khususnya Halal Bihalal HD se Jakarta,aku sekarang masih di kota Garut,without My Lovely Bike(Siver Hawk Apache).tapi Insya Allah bisa active lagi Lebaran -2,wait me oceh,….?
    see you bozz

  4. BAGAIMANA CARA AGAR AKU JADI ANGGOTA CLUB MABUA/ MOTOR BESAR KARENA DI DAERAH SAYA TIDAK ADA CLUB ANGGOTA MOTOR BESAR YAITU DI DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGGARA KOTA KENDARI

  5. Selamat siang,

    Sebagai orang yang belum banyak mengerti mengerti Motor Harley Davidson , saya mau bertanya Kalau utk pemula, jenis motor HD apa yang pantas dan safety digunakan, walaupun dalam kondisi bekas
    Perbedaan Jenis atau type mesin , apakah untuk segment pengguna atau jalan ?
    Terima Kasih

Tinggalkan Balasan ke Hendra Suprapto Batalkan balasan